Ketua KPU Sebut Ada Problem Konstitusional Jika Jokowi Jadi Cawapres

Gadingnews.com, Jakarta–Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari menyebut ada problem konstitusional bila Presiden 2 periode mencalonkan diri menjadi calon wakil presiden (Cawapres). Apa argumen hukumnya?

“Dalam hal seseorang telah menjabat sebagai Presiden selama 2 kali masa jabatan, dan kemudian mencalonkan diri sebagai Calon Wapres, terdapat problem konstitusional sebagaimana ketentuan norma Pasal 8 UUD 1945,” kata Hasyim Asy’ari kepada wartawan, Jumat (16/9/2022).

Bacaan Lainnya

Sebagaimana diketahui, persyaratan Calon Presiden dan Calon Wapres di UUD 1945 diatur:

Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Pasal 8
(1) Jika Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, ia digantikan oleh Wakil Presiden sampai habis masa jabatannya.

Selain itu juga dipertegas dalam Pasal 169 huruf n UU 7/2017 Pemilu yang berbunyi:

Belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.

“Seseorang menduduki jabatan presiden atau wapres selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan. Seseorang dapat mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres, bila belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama,” urai Hasyim Asya’ri menganalisis.

Ukuran 1 kali masa jabatan untuk jabatan Presiden atau Wapres terdapat 2 penafsiran. Pertama Penafsiran harfiah (literlijk) sbgmana terdapat dalam rumusan teks Pasal 7 UUD bahwa 1 kali masa jabatan adalah 5 tahun terhitung sejak pengucapan sumpah janji (pelantikan). Kedua, penafsiran sistematis sebagaimana terdapat dalam Putusan MK No 67/PUU-XVII/2020 judicial review UU No. 10/2016 tentang Pilkada yang pada intinya bahwa seseorang yang telah menjabat sebagai Kepala Daerah atau Wakil Kepala Daerah namun tidak sampai habis masa jabatan 5 tahun, maka bila sudah menjabat selama ‘setengah atau lebih masa jabatan’ dihitung telah menjabat 1 kali masa jabatan.

“Dalam kasus konkret dapat digambarkan sebagai berikut. Bila A telah menjabat sebagai Presiden 2 kali masa jabatan mencalonkan diri sebagai Cawapres, tetap sah dan tidak ada larangan dalam konstitusi. Bila B sebagai Capres terpilih dan dilantik sebagai Presiden, dan A dilantik sebagai Wapres, maka dalam hal terjadi situasi sebagaimana Pasal 8 UUD, maka A tidak dapat menggantikan kedudukan sebagai Presiden karena A telah pernah menduduki jabatan selama 2 kali masa jabatan sebelumnya. Dalam situasi tsb A tidak memenuhi syarat sbg Presiden sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 169 huruf n UU 7/2017 tentang Pemilu,” pungkas Hasyim Asy’ari dikutip Detiknews, Jumat (16/9).

Sebelumnya, MK memberikan klarifikasi soal pernyataan Presiden 2 periode bisa menjadi calon wakil presiden (Cawpares) yang ramai di media massa. Menurut MK, pernyataan itu adalah pernyataan pribadi Jubir MK Fajar Laksono, bukan sikap resmi lembaga/putusan MK.

“Pernyataan mengenai isu dimaksud bukan merupakan pernyataan resmi dan tidak berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi RI,” demikian siaran pers Humas MK.

Pernyataan tersebut merupakan respon jawaban yang disampaikan dalam diskusi informal pada saat menjawab wartawan yang bertanya melalui chat WA, bukan dalam forum resmi, doorstop, apalagi dalam ruang atau pertemuan khusus yang sengaja dimaksudkan untuk itu.

“Di samping menjabat sebagai Kepala Bagian Humas dan Kerja Sama Dalam Negeri, serta menjalankan fungsi kejurubicaraan, Fajar Laksono merupakan pengajar/akademisi. Oleh karena itu, dalam beberapa kesempatan selama ini membuka ruang bagi wartawan yang ingin, baik bertemu secara langsung di ruang kerja, melalui chat WA, atau sambungan telepon, guna mendiskusikan isu-isu publik aktual, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik. Umumnya, wartawan ingin mendapatkan tambahan informasi, pemahaman, atau perspektif berbeda guna memperkaya sudut pandang, tidak untuk keperluan pemberitaan,” ujarnya.(**)

Pos terkait