Beri Gaji per Bulan Rp 500 Ribu ke Pekerja, Bandara Internasional Sultan Hasanuddin akan Digugat Perdata

Bandara Internasional Sultan Hasanuddin akan Digugat Perdata oleh LKBH Makassar karena beri upah per bulan Rp 500 ribu ke pekerja.

Gadingnews.com, Makassar – Bandara Internasional Sultan Hasanuddin akan digugat perdata oleh Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Makassar dikarenakan 7 pekerja lendside landscape yang bertugas untuk kebersihan hanya diberi upah Rp 500 ribu per bulan.

Awalnya ke-7 pekerja tersebut menerima gaji Rp3,1 juta atau sesuai upah minimum provinsi (UMP) Sulawesi Selatan. Namun, semenjak pandemi hingga saat ini, mereka hanya diupah Rp500 ribu setiap bulan di bandara yang berstatus internasional.

Bacaan Lainnya

Salah satu pekerja, Amiruddin mengaku selama ini mereka bertujuh bertugas untuk membersihkan parkiran di Bandara Sultan Hasanuddin. Namun semenjak pandemi, jam kerja mereka dikurangi.

Mereka hanya bekerja lima hari dalam sebulan. Akibatnya upah yang mereka terima juga tidak sesuai harapan.

“Sejak pandemi Covid-19, gaji sudah berkurang begitu pun jam kerja. Padahal sebelumnya UMP. Sekarang sisa Rp500 ribu,” ujar Amiruddin dikutip dari Suara, Minggu (10/7/2022).

Ia mengaku aktivitas di bandara Sultan Hasanuddin saat ini sudah normal. Semua penerbangan rute sudah dibuka.

Bahkan bandara selalu ramai karena musim umrah dan haji. Harusnya pihak bandara tidak lagi membatasi jam kerja mereka.

“Penerbangan tidak dibatasi lagi ditambah umrah dan haji yang tiada henti. Harusnya nasib kami ini juga dikembalikan normal, bukan hanya lima hari kerja saja setiap bulannya,” ujarnya.

Keluhan pekerja ini disampaikan ke Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum atau LKBH Makassar. Mereka berharap lembaga itu bisa membantu, agar mereka bisa mendapat keadilan.

Sementara, Direktur LKBH Makassar Muhammad Sirul Haq mengaku tujuh pegawai ini berada di bawah naungan PT Angkasa Pura Supports, anak perusahaan Angkasa Pura 1. Mereka melaporkan soal gaji yang tak sesuai dengan UMP.

“Bahkan upah mereka jauh dari harapan. Kami sudah menerima aduan dan siap mendampingi mereka,” kata Sirul.

Untuk tahap awal, kasus ini akan diselesaikan secara bipartit atau musyawarah antara pekerja dan perusahaan. Jika tidak menemui kesepakatan, maka dilanjutkan ke proses perdata.

“Kita segera melayangkan surat tertulis bipartit dengan meminta hak-hak pekerja secara sepenuhnya,” pungkasnya.

Pos terkait