Dibalik Kebijakan Kemnaker Soal Eksportir Boleh Potong Gaji Karyawan 25%

GADINGNEWS, JAKARTA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) tengah disorot publik. Pemicunya, Kementerian yang dipimpin Menteri Ida Fauziyah ini mengeluarkan aturan soal perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor boleh potong gaji karyawan maksimal 25%.

Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.

Pihak Kemnaker pun buka suara merespons sorotan publik terhadap aturan tersebut. Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI Jamsos) Kemnaker Indah Anggoro Putri mengatakan, Permenaker tersebut diterbitkan pemerintah karena merespons dinamika global ekonomi dan geopolitik yang berdampak pada kondisi ketenagakerjaan.

“Jangan langsung berpikir Menaker mengizinkan gaji dipotong. Nggak,” kata Indah, dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Jumat (17/3/2023).

Indah menjelaskan sebagai dampak dari gejolak kondisi global tersebut, terjadi penurunan nilai ekspor Indonesia di sektor non migas. Angkanya turun cukup signifikan 4,15% dibanding bulan sebelumnya (month-to-month/mom) mencapai US$ 21,4 miliar. Angka ini berdasarkan atas data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2023.

“Tujuan untuk memberikan perlindungan bagi pekerja buruh dan perusahaan supaya perusahaan juga bisa sustain. Kadang pekerja juga berpikir Kemenaker harus selalu pro pekerja. Peraturan bukan hanya untuk buruh, tapi mereka harus tetap bisa bekerja kalau perusahaannya eksis dan sustain,” ujar Indah.

Indah kembali menekankan, Permenaker ini lahir demi melindungi pekerja dan industri itu sendiri. Peraturan ini berlaku selama 6 bulan dengan cakupan industri tertentu.

Berikut fakta-fakta penting terkait aturan potong gaji tersebut.

Cuma 5 Industri yang Boleh Potong Gaji Karyawan

Indah mengatakan, penyesuaian gaji dan waktu kerja karyawan hanya boleh dilakukan oleh 5 industri di sektor padat karya yang terkena dampak penurunan permintaan ekspor. Kelima industri tersebut antara lain industri tekstil dan pakaian jadi, industri alas kaki, industri kulit dan barang kulit, industri furnitur, dan industri mainan anak.

“Perusahaan yang dimaksud merupakan perusahaan yang melakukan pembatasan kegiatan usaha akibat perubahan ekonomi nasional,” kata Indah.

Indah menekankan, langkah penyesuaian upah dan jam kerja inipun tidak bisa serta merta dilakukan oleh perusahaan. Perusahaan harus memenuhi beberapa kriteria. Pertama, perusahaan harus memiliki pekerja/buruh paling sedikit 200 orang.

Dilansir detikFinance, Sabtu (18/3/2023), persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15%. Dan yang terakhir, produksi harus berdasarkan pada permintaan pesanan dari negara yang berada di kawasan Amerika Serikat (AS) atau Uni Eropa yang dibutuhkan dengan surat permintaan pesanan.

Indah juga menegaskan, langkah penyesuaian yang dilakukan perusahaan juga harus berdasarkan kesepakatan bersama dengan para pekerjanya. Kemenaker sendiri telah mengimbau kepada para pengawas ketenagakerjaan di seluruh Indonesia untuk memantau jalannya kesepakatan tersebut.

Nasib THR Karyawan

Lebih lanjut ia menegaskan, Tunjangan Hari Raya alias THR karyawan tidak akan terpengaruh dengan disepakatinya penyesuaian upah pasca penetapan Permenaker tersebut. THR tetap akan dibayarkan 100% gaji.

“Jadi yang sudah disepakati tidak mempengaruhi hak-hak pekerja. Jadi gaji terakhir sebelum kesepakatan itu menjadi panduan untuk THR salah satunya, atau juga jika amit-amit ternyata sudah disepakati dan dalam 6 bulan terjadi PHK (tidak terpengaruhi),” ujarnya.

Adapun persoalan ini tercantum dalam pasal 12 Permenaker 5/2023. Disebutkan, besaran upah yang dibayarkan kepada pekerja setelah penyesuaian upah, tidak berlaku sebagai dasar perhitungan iuran dan pembayaran manfaat jaminan sosial, kompensasi pemutusan hubungan kerja, dan hak-hak lain.

Sementara itu, pada pasal 12 ayat 2 juga disebutkan, upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan hak-hak pekerja, termasuk THR, menggunakan nilai upah terakhir sebelum penyesuaian upah berdasarkan kesepakatan.

Begitu juga dengan besaran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) yang dibayarkan oleh perusahaan. Perusahaan juga masih tetap wajib membayarkannya sesuai dengan besaran yang telah ditetapkan sebelumnya.

“Ini juga pengusaha juga komplain, ‘bu ini kenapa nggak diturunkan aja bayar Jamsosteknya selama 6 bulan?’ Nggak. Jadi jangan pikir kita terlalu pro ke sana (pengusaha) juga, nggak,” ujar Indah.

Suara Pengusaha di balik Terbitnya Permenaker

Ternyata di balik diterbitkannya aturan tersebut, ada aduan dari sejumlah asosiasi pengusaha di industri padat karya. Indah mengatakan, pada Oktober 2022 lalu Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menerima surat dari sejumlah asosiasi yang meminta agar dibuatkan aturan fleksibilitas upah dan jam kerja akibat kondisi global yang kurang bersahabat.

Adapun asosiasi-asosiasi terkait antara lain Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Korean Garmen Association (KOGA), Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), hingga Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo).

“Kalau ditanya berapa industrinya (dalam surat pengajuan), itu lebih dari 100 pabrik, dan surat itu nggak langsung dijawab,” kata Indah.

Indah menekankan, pihaknya pun melalui proses yang panjang dan sangat berhati-hati dalam memproses surat tersebut. Kemnaker juga langsung merapatkan barisan dengan kementerian lainnya sebagai salah satu upaya validasi data, hingga barulah aturan tersebut dapat diterbitkan pada 8 Maret 2023 kemarin.

“Ibu Menaker menugaskan saya lakukan pertemuan dialog dengan mereka (pengusaha). Mereka bawa data-data dan memang dibuktikan dengan data-data konkret. Ini sudah melalui tahap yang panjang dari mulai Oktober tersebut,” ujarnya.

Di sisi lain ia juga menegaskan, dengan pembentukan regulasi ini bukan berarti menunjukkan pemerintah lebih mendukung kepentingan pengusaha. Justru sebaliknya, pemerintah ingin melindungi pekerja sekaligus industri tempat mereka bekerja agar bisa terus berkelanjutan melalui regulasi yang diawasi ketat.(*)

Pos terkait