GADINGNEWS, MAKASSAR – Enam perusahaan yang menyewa lahan di KIMA jadi terperiksa pada Unit Tipidter Krimsus Polda Sulsel atas dasar laporan pencemaran limbah dari perusahaan.
Padahal jika merunut pada Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 35 Tahun 2010 Tentang Pedoman Teknis Kawasan Industri menyebutkan bahwa jarak minimal lokasi kegiatan industri terhadap permukiman maupun perumahan yaitu 2 kilometer.
Namun yang pada kenyataan bahwa perumahan di sekitar kawasan KIMA banyak sekali perumahan dan pemukiman yang jaraknya sangat dekat sehingga memungkinkan adanya warga yang merasa terganggu.
Terkait hal tersebut mencuat sejuta pertanyaan dari para pihak perusahaan yang merasa bahwa pemanggilan tersebut tidak tepat sasaran lantaran Pihak Polda meminta perizinan AMDAL.
Sementara menurut salah satu pengelola yang ikut terperiksa bahwa seharusnya dokumen tersebut berada di ranah Pihak KIMA selaku pemberi lahan industri.
“Apakah Polda punya wewenang memasuki tiap perusahaan untuk periksa izin lingkungan padahal untuk izin Amdal dan IPAL yang seharusnya jadi ranah PT KIMA selaku fasilitator”, ujarnya.
Lanjut menurut salah satu perusahaan yang juga jadi terperiksa bahwa seharusnya pihak KIMA selaku fasilitator pemberi lahan sewa kepada perusahaan yang melengkapi dokumen-dokumen sesuai permintaan seperti Amdal dan Ipal.
“Pihak KIMA ini seolah-olah tidak mau tau dan lepas tanggungjawab kepada penyewa lahan di Kawasan Industri Makassar (KIMA)”, ujar perwakilan perusahaan.
Terkait hal tersebut Direktur Operasional PT KIMA, Imran Yamin selaku Kepala Bisnis Operasi mewakili Corporate Secretary menjelaskan, “bahwa sesungguhnya KIMA berada di lokasi yang sekarang awalnya sangat jauh dari pemukiman penduduk, namun karena perkembangan kota dan pertambahan penduduk kota Makassar, sehingga pemukiman di sekitar kawasan bertambah banyak dan menghimpit KIMA”, ujarnya saat dikonfirmasi awak media, Jum’at (3/3/2023).
“Terkait hal tersebut KIMA tidak punya kewenangan untuk melarang pengembang untuk membuat lokasi pemukiman yang baru, itu semua kewenangan Pemda yang mengatur izin pembangunan perumahan baru melalui kesesuaian RT/RW yang ada”, imbuh Imran Yamin.
“Yang kami lakukan sekarang adalah bagaimana agar industri di dalam KIMA bertumbuh dan berkembang sehingga serapan tenaga kerja untuk masyarakat sekitar terpenuhi dan pendapatan perusahaan dalam kawasan meningkat serta memberi manfaat kepada pemerintah daerah melalui arus keluar masuknya barang dan pajak yang dihasilkan oleh industri untuk pemerintah daerah”, jelasnya.
Imran pun menambahkan perihal isu lingkungan yang ada, “KIMA senantiasa patuh dan taat pada aturan yang sesuai perundang undangan, dalam hal ini KIMA selalu dimonitor oleh pemerintah melalui Dinas Lingkungan Hidup Kota Makassar, Dinas Pengelolaan Lingkungan Provinsi Sulsel dan KLHK RI”, terangnya.
Bahkan sejak tahun 2007 KIMA telah mendapatkan proper biru dari KLHK RI, saat ini KIMA fokus untuk terus berkembang dan mengupayakan menjadi pengelola kawasan industri yang smart, green dan modern, kata Imran Yamin Kepala Bisnis Operasi mewakili Corporate Secretary.
Saat ditanya peran Managemen PT KIMA terkait isu lingkungan dan kelayakan sebagai fasilitator Kawasan Industri Makassar, Imran Yamin mengatakan “sudah menjadi ranahnya pemerintah pusat dan daerah sebagai pemilik saham dari PT KIMA”, tutupnya.
Lantas apa yang selanjutnya akan terjadi jikalau dari Pengelola Kawasan Industri ini sendiri tidak mampu menyelesaikan persoalan yang dihadapi para investor?(*)