Gadingnews.com, Yogyakarta–Seorang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Penataan Ruang Dispertaru Kulon Progo, DI Yogyakarta, Agung Purnomo mengaku disekap usai mempermasalahkan pengadaan seragam sekolah di SMAN 1 Wates.
Dia mempersoalkan standar bahan dan tarif seragam yang dijual lewat Paguyuban Orang Tua (POT). Agung merasa bahan pakaian tak sesuai dengan harga yang dijual pihak sekolah.
“Saya hanya bertanya, kenapa dengan uang Rp1,7 juta – Rp1,8 juta kami kok cuma mendapat bahan seperti ini, apakah barang seperti ini barangnya standar, harganya wajar?” kata Agung di Kantor LBH Yogyakarta, Kotagede, Senin (3/10).
Agung mengaku sempat bertemu pihak sekolah dan perwakilan POT yang membelanjakan bahan seragam. Dia mempertanyakan mengapa harga seragam tak sesuai dengan kualitas.
Menurut sebagian orang tua, kata Agung, seragam itu sobek setelah terkena knalpot motor. Seragam juga bisa diterawang hingga terlihat pakaian dalam siswa.
Harganya pun jauh di atas standar pasaran berdasarkan hasil survei 3 toko. Menurut Agung, harga per meter yang disediakan SMAN 1 Wates bisa dua kali lipat dari harga pasaran hasil survei.
Agung menyebut POT yang membelanjakan seragam juga tak sesuai Kerangka Acuan Kerja (KAK) pengadaan barang dan jasa yang seharusnya berdasarkan spek bahan, serta harga perkiraan sendiri (HPS) berdasarkan harga di minimal 3 toko lainnya.
“Enggak ada toko pembanding, enggak ada spec, enggak ada HPS, lalu dijawab (perwakilan POT) kalau KAK, HPS, spec itu kan pengadaan untuk pemerintah, ini kan cuma paguyuban,” kata Agung seperti dikutip CNNIndonesia, Selasa (4/10).
Tidak mendapat jawaban yang memuaskan atas segala ketidakwajaran yang ia lihat, Agung berencana membawa persoalan ini ke Ombudsman.
Hingga pada 29 September 2022, Agung dihubungi untuk diminta datang di Kantor Satpol PP Kulon Progo.
“Ketika saya datang kesana kemudian saya ada di dalam ruangan itu, selain ada dua oknum Satpol PP, ada orang dari SMA, ada satu kepala dan dua waka, kemudian ada dua dari unsur POT, satu lagi dari komite,” bebernya.
Agung mengaku diintimidasi. Ia ditanya soal motivasi mempertanyakan pengadaan seragam di SMAN 1 Wates. Dia dituduh berniat membuat gaduh di sekolah tersebut sebagai alumnus SMAN 2 Wates.
“Ini nggak ada hubungannya dengan itu, toh anak saya juga saya sekolahkan di SMAN 1 Wates,” kata Agung menirukan dirinya saat diinterogasi.
Emosi Agung pun terpancing sampai akhirnya suasana di ruangan berubah panas. Lalu, seorang oknum Satpol PP datang dan menggebrak meja.
“Kamu jangan enggak sopan di sini ya, maksudmu opo,” kata Agung menirukan oknum Satpol PP tersebut.
“Pada saat itu saya sudah sangat ketakutan, saya cuma membayangkan seperti ASN di Semarang yang dimutilasi dan dibakar karena jadi saksi korupsi,” ucap Agung emosional.
Lalu ada anggota komite SMAN 1 Wates yang menengahi situasi ini. Ia meminta semua orang di ruangan tenang mengingat tujuan dari pemanggilan ini hanya meminta keterangan Agung.
“Saya minta keluar, tetapi ada oknum Satpol PP yang bilang kamu enggak akan bisa keluar sebelum memberikan jawaban, apa yang sebenarnya terjadi dan motif kamu apa,” ujarnya.
Agung menyatakan dugaan penyelewengan pengadaan seragam sekolah SMAN 1 Wates ini telah dilaporkan ke Ombudsman.
Anggota komite sekolah tadi lalu meyakinkan orang-orang di ruangan bahwa cara mengorek keterangan seperti ini salah. Dia pun meminta agar Agung diperbolehkan meninggalkan lokasi.
Intimidasi Berlanjut Hingga Bupati Turun Tangan
Intimidasi kepada Agung ternyata berlanjut. Dia mengaku dihubungi dan didatangi oleh anggota Satpol PP Kulon Progo serta jajaran aparat dari insitusi lain.
Merasa tidak aman, Agung lantas meminta perlindungan LPSK dan bantuan LBH. Agung juga mengambil cuti dan mengungsikan anggota keluarganya ke luar kota per Jumat (30/9) demi keamanan mereka.
“Tapi insyaAllah saya tidak akan menyerah, saya berjuang bukan untuk saya. Saya seorang ASN dengan jabatan dan gaji setiap bulan tapi ada orangtua siswa yang harus banting tulang demi mendapatkan Rp1,7 jut agar anak-anaknya bisa memiliki seragam seperti yang lain,” tegasnya.
Agung juga telah melaporkan Kepala SMAN 1 Wates, Kepala Satpol PP dan Kabid Tibum Tranmas Satpol PP Kulon Progo ke Polda DIY.
Wadir Reskrimum Polda DIY AKBP K. Tri Panungko membenarkan adanya pelaporan oleh Agung ini. Pihaknya sejauh ini masih melakukan pendalaman dengan memanggil dan memeriksa para pihak terkait.
“Proses penyelidikan terus kita laksanakan,” kata Tri di Mapolda DIY, Senin (3/10).
Menyikapi hal itu Pj Bupati Kulon Progo Tri Saktiyana buka suara soal dugaan kasus penyekapan salah seorang PNS di wilayahnya yang melibatkan jajaran Satpol PP dan Kepala SMAN 1 Wates.
Tri menjelaskan bahwa persoalan yang diduga buntut komplain soal pengadaan seragam di SMAN 1 Wates persoalan antara orang tua murid dan alumni sekolah.
“Jadi orang tua murid itu juga ASN di Dinas Pertaru, kemudian dia juga PPNS gitu lho. Kemudian yang Satpol PP juga orang tua murid,” kata Tri saat dihubungi, Senin (3/10).
“Jadi settingnya begitu. Keduanya itu beda pendapat, yang satu pengen ada pengadaan (seragam) bareng-bareng orang tua murid, yang satu tidak,” tambahnya.
Soal Agung yang sampai cuti dan mengungsi karena intimidasi itu, Tri juga tidak tahu.
“Saya kurang tahu ya, perasaan dia tapi saya yakin dan kami menilai Pak Agung ya itu karakternya tangguh pemberani. Karakternya begitu,” ucapnya.
Namun, Tri menyatakan Inspektorat Daerah Kabupaten Kulon Progo akan dikerahkan demi mengurai masalah ini. Pihak-pihak terkait rencananya dipanggil untuk diperiksa.
“Nanti dari inspektorat daerah lah biar menelisik seperti apa kondisinya. Kalau kami melihat itu ya sebenarnya masalah internal di organisasi orang tua murid SMAN 1 Wates, nggak ada kaitan langsung dengan jabatan-habatan yang bersangkutan,” kata dia.
Kepala Disdikpora DIY Didik Wardaya mengatakan peristiwa ini telah menjadi perhatian pemerintah provinsi. Bersama Inspektorat Daerah, pihaknya akan meminta klarifikasi seragam yang dijual lewat Paguyuban Orang Tua (POT) itu.
“Apakah benar dan tidaknya, terkait dengan seragam yang diadakan oleh POT itu harganya bagaimana. Ada kewajaran nggak dengan harga pasar. Sekarang baru proses,” kata Didik.
Soal dugaan intimidasi, Didik mengatakan bukan ranah Disdikpora untuk berkomentar.
“Ya nanti kita lihat benar dan tidaknya, kalau kami meninjaunya kan dari apakah terjadi pelanggaran disiplin oleh kepala sekolah itu atau tidak. Tinjauan kami dari aturan kepegawaian,” ungkapnya.(**)