Soal Perjanjian RI-China, Menkopolhukam: Tak Ganggu Kedaulatan di Natuna 

GADINGNEWS, JAKARTA – Menko Politik dan Keamanan (Polkam) Budi Gunawan (BG) memastikan pernyataan bersama RI-China soal kerja sama maritim tidak mengganggu kedaulatan Indonesia di Laut Natuna Utara.

“Kerja sama Indonesia dan China sebagaimana telah disepakati bersama tidak akan berdampak pada kedaulatan dan yurisdiksi kita terutama di Laut Natuna Utara sebagaimana yang diisukan itu, karena semuanya dilaksanakan dengan sesuai ketentuan UU dan peraturan negara masing-masing,” kata BG di Kantor Direktorat Jenderal Bea Cukai, Jakarta Timur, Kamis (14/11).

Bacaan Lainnya

Ia mengatakan prinsip yang ditekankan dalam kerja sama itu adalah saling menghormati, kesetaraan, saling menguntungkan dan membangun konsensus sesuai dengan peraturan negara masing-masing.

“Artinya Indonesia selama ini kita tetap berpedoman pada UU Nomor 17 tahun 1985 yang merupakan ratifikasi dari Unclos 1982, dengan aturan turunannya itu tetap berlaku,” ujarnya.

Ia menjelaskan pernyataan bersama RI-China itu merupakan terobosan baru Prabowo dalam rangka menciptakan kestabilan di kawasan

“Sabilitas kerja sama, keamanan dengan membentuk code of conduct baru, yaitu joint operation, jadi tidak saling curiga tetapi kerja sama dalam rangka mengikat semua pihak,” katanya.

Sebelumnya Poin ke-9 dalam pernyataan bersama Prabowo-Xi Jinping memaparkan Indonesia-China sepakat memperkuat dan memperluas kerja sama maritim.

Pernyataan itu berbunyi: kedua pihak akan bersama-sama menciptakan lebih banyak terobosan dalam kerja sama maritim.

Kedua pihak menekankan kerja sama maritim sebagai komponen penting dalam kerja sama strategis komprehensif antara China dan Indonesia. Mereka akan secara aktif menjajaki dan melaksanakan lebih banyak proyek kerja sama maritim, menciptakan lebih banyak terobosan positif, bersama-sama menjaga perdamaian dan ketenangan di laut, memperbaiki sistem tata kelola maritim, menjaga laut tetap bersih dan indah, serta mencapai kesejahteraan maritim.

Kedua pihak juga mencapai kesepahaman penting tentang pengembangan bersama di wilayah yang memiliki klaim tumpang tindih, serta sepakat untuk membentuk Komite Pengarah Bersama Antar-Pemerintah guna menjajaki dan memajukan kerja sama terkait berdasarkan prinsip “saling menghormati, kesetaraan, manfaat bersama, fleksibilitas, pragmatisme, dan pembangunan konsensus,” sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku di masing-masing negara.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengkritik poin tersebut yang dinilai sangat terkait dengan sengketa Laut China Selatan.

Perairan itu menjadi titik panas konflik setelah China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut China Selatan yang tumpang tindih dengan teritorial sejumlah negara terutama negara di ASEAN.

Selama ini, Indonesia menegaskan tidak memiliki sengketa teritorial dengan Beijing di Laut China Selatan. Meski begitu, sikap kapal-kapal Tiongkok yang semakin getol mengganggu dan menerobos perairan RI terutama di Natuna membuat Indonesia mau tak mau menegaskan kedaulatannya di perairan tersebut yang bersinggungan langsung dengan Laut China Selatan.

“Bila memang benar, berarti kebijakan Indonesia terkait klaim sepihak China atas Sepuluh [dulu sembilan] Garis Putus telah berubah secara drastis,” kata Hikmahanto dalam rilis resmi.(**)

Pos terkait